<body>


Friday, April 21, 2006

> Kisah Nyata...Tujuh kali naik Haji tidak bisa melihat Ka'bah

>Waullahualam Bisawab....
>
> Sebagai seorang anak yang berbakti kepada orang
> tuanya, Hasan (bukan nama sebenarnya), mengajak ibunya untuk
> menunaikan rukun Islam yang kelima.
>
> Sarah (juga bukan nama sebenarnya), sang Ibu, tentu senang dengan ajakan
> anaknya itu. Sebagai muslim yang mampu secara
> materi, mereka memang berkewajiban menunaikan ibadah Haji.
>
> Segala perlengkapan sudah disiapkan.
> >Singkatnya ibu anak-anak ini akhirnya berangkat ke tanah suci. Kondisi
> keduanya sehat wal afiat, tak kurang satu apapun. Tiba harinya mereka
> melakukan thawaf dengan hati dan niat ikhlas menyeru panggilan Allah,
> Tuhan
> Semesta Alam. "Labaikallahuma labaik, aku datang memenuhi
> seruanMu ya Allah".
>
> > Hasan menggandeng ibunya dan berbisik, "Ummi undzur ila Ka'bah (Bu,
> lihatlah Ka'bah)."
> Hasan menunjuk kepada bangunan empat persegi berwarna hitam itu. Ibunya
> yang berjalan
> di sisi anaknya tak beraksi, ia terdiam. Perempuan itu sama sekali
> tidak melihat apa yang
> ditunjukkan oleh anaknya.
>
> > Hasan kembali membisiki ibunya. Ia tampak bingung melihat raut wajah
> ibunya.
> Di wajah ibunya tampak kebingungan. Ibunya sendiri tak mengerti mengapa
> ia tak bisa
> melihat apapun selain kegelapan. beberapakali ia mengusap-usap matanya,
> tetapi kembali
> yang tampak hanyalah kegelapan.
>
> > Padahal, tak ada masalah dengan kesehatan matanya. Beberapa menit yang
> lalu ia masih melihat segalanya dengan jelas, tapi mengapa memasuki
> Masjidil Haram segalanya menjadi gelap gulita.
>
>
> Tujuh kali Haji Anak yang sholeh itu bersimpuh di hadapan Allah. Ia
> >sholat memohon ampunan-Nya.
> Hati Hasan begitu sedih. Siapapun yang datang ke Baitulah, mengharap
> rahmatNYA. Terasa hampa menjadi tamu Allah, tanpa menyaksikan segala
> kebesaran-Nya, tanpa merasakan kuasa-Nya dan juga rahmat-Nya.
>
> > Hasan tidak berkecil hati, mungkin dengan ibadah dan taubatnya yang
> sungguh-sungguh, Ibundanya akan dapat merasakan anugrah-Nya, dengan
> menatap Ka'bah, kelak. Anak yang saleh itu berniat akan kembali membawa
> ibunya berhaji tahun depan. Ternyata nasib baik belum berpihak kepadanya.
>
> Tahun berikutnya kejadian serupa terulang lagi.
> Ibunya kembali dibutakan di dekat Ka'bah, sehingga tak dapat menyaksikan
> bangunan yang merupakan symbol persatuan umat Islam itu. Wanita
> itu tidak bisa melihat Ka'bah.
>
> > Hasan tidak patah arang. Ia kembali membawa ibunya ke tanah suci tahun
> berikutnya.
>
> > Anehnya, ibunya tetap saja tak dapat melihat Ka'bah. Setiap berada di
> Masjidil Haram, yang tampak di matanya hanyalah gelap dan gelap.
> Begitulah keganjilan yang terjadi pada diri Sarah. hingga kejadian itu
> berulang sampai tujuh kali menunaikan ibadah haji.
>
> > Hasan tak habis pikir, ia tak mengerti, apa yang menyebabkan ibunya
> > menjadi buta di depan Ka'bah. Padahal, setiap berada jauh dari Ka'bah,
> > penglihatannya selalu normal. Ia bertanya-tanya, apakah ibunya punya
> > kesalahan sehingga mendapat azab dari Allah SWT ?.
>
> Apa yang telah diperbuat ibunya, sehingga mendapat musibah seperti itu ?
> Segala
> > pertanyaan berkecamuk dalam dirinya.
> Akhirnya diputuskannya untuk mencari seorang alim ulama, yang dapat
> >membantu permasalahannya.
>
> > Beberapa saat kemudian ia mendengar ada seorang ulama yang terkenal
> > karena kesholehannya dan kebaikannya di Abu Dhabi (Uni Emirat). Tanpa
> > kesulitan berarti, Hasan dapat bertemu dengan ulama yang dimaksud.
>
> > Ia pun mengutarakan masalah kepada ulama yang soleh ini. Ulama itu
> > mendengarkan dengan seksama, kemudian meminta agar Ibu dari hasan mau
> > menelponnya. anak yang berbakti ini pun pulang.
> >Setibanya di tanah kelahirannya, ia meminta ibunya untuk
> >menghubungi ulama di Abu Dhabi tersebut. Beruntung, sang Ibu mau memenuhi
> >permintaan anaknya. Ia pun mau menelpon ulama itu, dan menceritakan
> kembali
> >peristiwa yang dialaminya di tanah suci.
>
> Ulama itu kemudian meminta Sarah introspeksi, mengingat kembali, mungkin
> ada perbuatan
> atau peristiwa yang terjadi padanya di masa lalu, sehingga ia tidak
> mendapat
> rahmat Allah. Sarah diminta untuk bersikap terbuka, mengatakan dengan
> jujur, apa yang
> >telah dilakukannya.
>
> > "Anda harus berterus terang kepada saya, karena masalah Anda bukan
> > masalah sepele," kata ulama itu pada Sarah. Sarah terdiam sejenak.
> > Kemudian ia meminta waktu untuk memikirkannya.
>
> >Tujuh hari berlalu, akan tetapi ulama itu tidak mendapat kabar dari
> Sarah.
> Pada minggu kedua setelah percakapan pertama mereka, akhirnya Sarah
> menelpon.
>
> "Ustad, waktu masih muda, saya bekerja sebagai perawat di rumah sakit,"
> cerita Sarah akhirnya.
> "Oh, bagus.....Pekerjaan perawat adalah pekerjaan mulia," potong ulama
> itu.
> "Tapi saya mencari wang sebanyak-banyaknya dengan berbagai cara, tidak
> peduli, apakah
> >cara saya itu halal atau haram," ungkapnya terus terang. Ulama itu
> >terperangah. Ia tidak menyangka wanita itu akan berkata demikian.
>
> > "Disana...." sambung Sarah, "Saya sering kali menukar bayi, karena
> tidak
> > semua ibu senang dengan bayi yang telah dilahirkan. Kalau ada yang
> > menginginkan anak laki-laki, padahal bayi yang dilahirkannya perempuan,
> > dengan imbalan uang, saya tukar bayi-bayi itu sesuai dengan keinginan
> mereka."
>
> > Ulama tersebut amat terkejut mendengar penjelasan Sarah.
> > "Astagfirullah......" betapa tega wanita itu menyakiti hati para ibu
> > yang diberi amanah Allah untuk melahirkan anak. Bayangkan, betapa
> >banyak keluarga yang telah dirusaknya, sehingga tidak jelas nasabnya.
>
> > Apakah Sarah tidak tahu, bahawa dalam Islam menjaga nasab atau
> >keturunan sangat penting.
>
> > Jika seorang bayi ditukar, tentu nasabnya menjadi tidak jelas.
> >Padahal, nasab ini sangat menentukan dalam perkawinan,
> >terutama dalam masalah mahram atau muhrim, yaitu orang-orang
> yang tidak boleh dinikahi.
>
> > "Cuma itu yang saya lakukan," ucap Sarah.
>
> >"Cuma itu ?" tanya ulama terperangah. "Tahukah anda bahwa perbuatan
> >Anda itu dosa yang luar biasa, betapa banyak keluarga yang sudah
> Anda hancurkan !". ucap ulama dengan nada tinggi.
>
> > "Lalu apa lagi yang Anda kerjakan ?" tanya ulama itu lagi sedikit kesal.
>
> > "Di rumah sakit, saya juga melakukan tugas memandikan orang mati."
> > "Oh bagus, itu juga pekerjaan mulia," kata ulama. "Ya, tapi saya
> > memandikan orang mati karena ada kerjasama dengan tukang sihir."
>
> > "Maksudnya ?". tanya ulama tidak mengerti.
> >"Setiap saya bermaksud menyengsarakan orang, baik membuatnya mati
> >atau sakit, segala perkakas sihir itu sesuai dengan syaratnya, harus
> >dipendam di dalam tanah. Akan tetapi saya tidak menguburnya di dalam
> tanah, melainkan saya masukkan benda-benda itu ke dalam mulut orang yang
> mati."
>
> > "Suatu kali, pernah seorang alim meninggal dunia. Seperti biasa, saya
> > memasukkan berbagai barang-barang tenung seperti jarum, benang dan
> > lain-lain ke dalam mulutnya. Entah mengapa benda-benda itu seperti
> > terpantul, tidak mau masuk, walaupun saya sudah menekannya dalam-dalam.
>
> > Benda-benda itu selalu kembali keluar. Saya coba lagi begitu seterusnya
> > berulang-ulang. Akhirnya, emosi saya memuncak, saya masukkan benda itu
> > dan saya jahit mulutnya. Cuma itu dosa yang saya lakukan."
>
> Mendengar penuturan Sarah yang datar dan tanpa rasa dosa,
> >ulama itu berteriak marah.
> > "Cuma itu yang kamu lakukan ?". "Masya Allah....!!! Saya tidak bisa
> > bantu anda. Saya angkat tangan".
>
> > Ulama itu amat sangat terkejutnya mengetahui perbuatan Sarah. Tidak
> > pernah terbayang dalam hidupnya ada seorang manusia, apalagi ia adalah
> > wanita, yang memiliki nurani begitu tega, begitu keji. Tidak pernah
> > terjadi dalam hidupnya, ada wanita yang melakukan perbuatan sekeji itu.
>
> > Akhirnya ulama itu berkata, "Anda harus memohon ampun kepada Allah,
> > karena hanya Dialah yang bisa mengampuni dosa Anda."
>
> > Bumi menolaknya. Setelah beberapa lama, sekitar tujuh hari kemudian
> ulama tidak mendengar
> kabar selanjutnya dari Sarah. Akhirnya ia mencari tahu dengan
> menghubunginya melalui telepon.
> > Ia berharap Sarah telah bertobat atas segala yang telah diperbuatnya. Ia
> berharap Allah akan
> mengampuni dosa Sarah, sehingga Rahmat Allah datang kepadanya. Karena
> tak juga memperoleh kabar,
> ulama itu menghubungi keluarga Hasan di Mesir. Kebetulan yang menerima
> telepon
> adalah Hasan sendiri. Ulama menanyakan kabar Sarah, ternyata kabar duka
> yang
> >diterima ulama itu.
>
> > "Ummi sudah meninggal dua hari setelah menelpon ustaz," ujar Hasan.
> > Ulama itu terkejut mendengar kabar tersebut.
> >"Bagaimana ibumu meninggal, Hasan ?". tanya ulama itu.
> > Hasanpun akhirnya bercerita : Setelah menelpon sang ulama, dua hari
> >kemudian ibunya jatuh sakit dan meninggal dunia. Yang mengejutkan adalah
> >peristiwa penguburan Sarah.
> > Ketika tanah sudah digali, untuk kemudian dimasukkan jenazah atas izin
> > Allah, tanah itu rapat kembali, tertutup dan mengeras. Para penggali
> > mencari lokasi lain untuk digali.
>
> Peristiwa itu terulang kembali.
> >Tanah yang sudah digali kembali menyempit dan tertutup rapat. Peristiwa
> itu
> > berlangsung begitu cepat, sehingga tidak seorangpun pengantar jenazah
> > yang menyadari bahwa tanah itu kembali rapat.
>
> >Peristiwa itu terjadi berulang-ulang.
> > Para pengantar yang menyaksikan peristiwa itu merasa ngeri dan merasakan
> > sesuatu yang aneh terjadi. Mereka yakin, kejadian tersebut pastilah
> > berkaitan dengan perbuatan si mati.
>
> > Waktu terus berlalu, para penggali kubur putus asa dan kecapaian
> >karena pekerjaan mereka tak juga usai. Siangpun berlalu, petang
> menjelang,
> > bahkan sampai hampir maghrib, tidak ada satupun lubang yang berhasil
> > digali. Mereka akhirnya pasrah, dan beranjak pulang. Jenazah itu
> > dibiarkan saja tergeletak di hamparan tanah kering kerontang.
>
> > Sebagai anak yang begitu sayang dan hormat kepada ibunya, Hasan tidak
> > tega meninggalkan jenazah orang tuanya ditempat itu tanpa dikubur.
> > Kalaupun dibawa pulang, rasanya tidak mungkin.
> >Hasan termenung di tanah perkuburan seorang diri. Dengan izin Allah,
> >tiba-tiba berdiri seorang laki-laki yang berpakaian hitam panjang,
> seperti
> >pakaian khusus orang Mesir. Lelaki itu tidak tampak wajahnya, karena
> >terhalang tutup kepalanya yang menjorok ke depan.
>
> Laki-laki itu mendekati Hasan kemudian berkata padanya," Biar aku tangani
> jenazah ibumu, pulanglah!". kata orang itu.
>
> > Hasan lega mendengar bantuan orang tersebut, Ia berharap laki-laki itu
> > akan menunggu jenazah ibunya. Syukur-syukur mau menggali lubang untuk
> > kemudian mengebumikan ibunya. "Aku minta supaya kau jangan menengok ke
> > belakang, sampai tiba di rumahmu, "pesan lelaki itu.
>
> Hasan mengangguk, kemudian ia meninggalkan pemakaman. Belum sempat
> >ia di luar lokasi pemakaman, terbersit keinginannya untuk mengetahui apa
> yang terjadi
> > dengan kenazah ibunya.
>
> > Sedetik kemudian ia menengok ke belakang. Betapa pucat wajah Hasan,
> > melihat jenazah ibunya sudah dililit api, kemudian api itu menyelimuti
> > seluruh tubuh ibunya. Belum habis rasa herannya, sedetik kemudian dari
> > arah yang berlawanan, api menerpa wajah Hasan.
>
> >Hasan ketakutan. Dengan langkah seribu, ia pun bergegas meninggalkan
> tempat itu.
>
> > Demikian yang diceritakan Hasan kepada ulama itu. Hasan juga mengaku,
> > bahwa separuh wajahnya yang tertampar api itu kini berbekas kehitaman
> > karena terbakar. Ulama itu mendengarkan dengan seksama semua cerita
> yang
> > diungkapkan Hasan. Ia menyarankan, agar Hasan segera beribadah dengan
> > khusyuk dan meminta ampun atas segala perbuatan
> >atau dosa-dosa yang pernah dilakukan oleh ibunya.
>
> Akan tetapi, ulama itu tidak menceritakan kepada Hasan, apa yang telah
> diceritakan
> oleh ibunya kepada ulama itu.
>
> > Ulama itu meyakinkan Hasan, bahwa apabila anak yang soleh itu memohon
> > ampun dengan sungguh-sungguh, maka bekas luka di pipinya dengan izin
> > Allah akan hilang. Benar saja, tak berapa lama kemudian Hasan kembali
> > mengabari ulama itu, bahwa lukanya yang dulu amat terasa sakit dan
> panas
> > luar biasa, semakin hari bekas kehitaman hilang.
>
> >Tanpa tahu apa yang telah dilakukan ibunya selama hidup, Hasan tetap
> >mendoakan ibunya. Ia berharap, apapun perbuatan dosa yang telah
> >dilakukan oleh ibunya, akan diampuni oleh Allah SWT.
>
>
> > Semoga kisah nyata dari Mesir ini bisa menjadi pelajaran bagi kita
> semua.


e-mail yang dihantarkan oleh Marlia

what we could have been, 8:22 AM.

Profile

NAME
age school whatever.
Tagboard
place tagboard code here. max width=130.
get one from cbox!
Wishlist
â–ª new camera
â–ª the 18th birthday
Exits
Eefennie
name name name
Archives

Credits
designed by lil.queens
photos: bexidaisy on DA
host: imageshack & imeem
inspiration & lyrics: TLG
title script source unknown.